People Skills – Imogen PR
Before learning new communication skills, correct poor conversational habits.
Sejak usia dini, kebanyakan dari kita telah diajarkan dengan cara-cara yang salah dalam berhubungan dengan hal-hal yang ada di sekitar kita seperti menyembunyikan perasaan asli kita, dan memanipulasi orang lain untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
Jika Anda memiliki pengalaman seperti ini, Anda tidak sendirian. Kebanyakan orang mendambakan yang lebih baik komunikasi dari apa yang biasanya mereka capai. Namun, diperkirakan bahwa 90 persen selama ini, mereka merusak percakapan dengan 12 penghalang jalan komunikasi umum.
Ada tiga kategori penghalang jalan komunikasi umum, yang pertama adalah Judging
Kategori kedua adalah sending solutions. Dan Kategori penghalang jalan komunikasi umum ketiga adalah avoiding the other’s concern.
Listening is more than just hearing – it’s about active involvement with the speaker.
Tahukah Anda bahwa Anda, kita menghabiskan lebih banyak waktu untuk mendengarkan daripada melakukan hal lain? Orang-orang dengan pekerjaan berbeda menghabiskan waktu mereka 70% untuk berkomunikasi dan 45% untuk mendengarkan.
Para ahli mengatakan bahwa orang hanya dapat mendengarkan secara efektif dari ⅓ hingga ⅔ waktu, belum lagi seperti siswa yang menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah nya untuk mendengarkan daripada mempraktikkan keterampilan komunikasi mereka. Akibatnya banyak orang yang mengabaikan, salah paham hingga melupakan apa yang baru saja mereka dengar.
Setelah selama ini yang kita lakukan hanya sekedar mendengarkan, maka untuk involve dengan pembicara dalam sebuah perbincangan akan dapat menjadi suatu hal yang sulit. Maka, penulis dalam buku ini merekomendasikan beberapa pendekatan yang sederhana dan berfokus pada keterampilan dan diharapkan kita dapat memiliki kemahiran untuk involve dengan pembicara hanya dalam beberapa waktu. Ada tiga cara untuk dapat mencapai hal tersebut yaitu, Attending, Following and Reflecting.
Listening is more than just hearing – it’s about active involvement with the speaker
Katakanlah Anda mengalami salah satu hari ketika semuanya tampak salah. Seperti mobil tidak mau hidup, terlambat untuk pertemuan penting dan menumpahkan kopi di baju putih Anda.. Alih-alih menyalahkan Anda, pasangan Anda memberikan pertanyaan dan pendapat yang tidak menghakimi Anda.
Kalimat diatas merupakan contoh kelompok keterampilan mendengarkan.
Maka dari itu ketika pendengar menyampaikan inti emosional dari pesan pembicara. Pembicara mungkin mengalami banyak emosi, tetapi ketika mereka berbicara, pendengar mencoba untuk mengetahui inti dari pembicaraan.
Practice healthy confrontation by sending three-part assertion messages
Mampu mendengarkan secara efektif sangat penting, tetapi itu bukan segalanya. Hubungan dipertahankan dengan saling melengkapi dalam mendengarkan komunikasi satu sama lain. Kesimpulannya mendengarkan berarti menerima pendapat orang lain, dan penegasan (asserting) dimana Anda mengungkapkan keinginan diri Anda sendiri.
Submission and aggression menjadi dua hal yang mengganggu kemampuan Anda untuk menjalin hubungan. Emosi yang tertekan dari orang submission dapat menimbulkan kebencian terhadap orang-orang yang telah mereka korbankan. Submission juga menyebabkan depresi, kecemasan, rendahnya harga diri, migrain, kelelahan, hipertensi dan masih banyak lagi. Sedangkan perilaku aggression merupakan sifat ketidakpercayaan dan orang agresif cenderung membuat lawan dapat mengasingkan diri.
Diantara kedua sifat tersebut pilihan terbaik adalah Assertion, dimana memungkinkan orang untuk mengambil tanggung jawab atas hidup mereka sendiri. Assertion juga membantu orang menyadari dan memenuhi kebutuhan satu sama lain, yang mendorong terbentuknya relasi. Tidak mengherankan, orang yang assertion cenderung merasa baik tentang diri mereka sendiri.
When people respond defensively, use the six-step assertion process.
Ketika Anda menulis dan menyampaikan pesan penegasan secara hormat, orang lain mungkin akan bersikap defensif. Ketika menerima perasaan defensif, Anda mungkin merasa diri Anda bermusuhan, tetapi cobalah untuk tidak bertindak berdasarkan perasaan itu.
Di buku ini menjelaskan bahwa penegasan enam langkah cenderung lebih berhasil daripada mengirim penegasan biasa. Langkah pertama adalah menulis pesan penegasan terlebih dahulu, memastikannya singkat, tepat, dan tidak menyalahkan. Tanyakan pada diri sendiri apakah Anda telah membangun dasar kepercayaan dengan orang lain. Langkah kedua adalah langsung ke topik pembicaraan (bisnis). Langkah ketiga, beri orang lain waktu hening sejenak untuk memikirkan apa yang Anda katakan. Biarkan mereka mengekspresikan pembelaan mereka. Langkah keempat yaitu berlatih mendengarkan secara reflektif. Langkah kelima yaitu yakin dan kembali ke proses. Biasanya dibutuhkan tiga sampai sepuluh siklus sebelum orang lain benar-benar mengerti dan bersedia menemukan cara untuk memenuhi kebutuhan Anda. Penegasan yang efektif membutuhkan ritme yang seimbang antara penegasan dan refleksi. Jika orang lain bereaksi secara defensif dan Anda membalas alih-alih mendengarkan, interaksi menjadi agresif dan bukannya asertif. Demikian juga, jika Anda terjebak dalam peran mendengarkan dan gagal menegaskan kembali, interaksi akan menjadi tunduk/ pasif. Terakhir, langkah keenam adalah fokus pada solusi. Pastikan orang lain mengerti apa yang Anda inginkan dan butuhkan.
Resolve conflicts productively by centering emotions and using collaborative problem-solving.
Bahkan bagi komunikator yang paling terampil sekalipun, konflik tidak dapat dihindari. Dalam skenario kasus terbaik, ini dapat mengganggu; dalam kasus terburuk, itu dapat sangat merusak. Tetapi terkadang beberapa bentuk konflik juga dapat bermanfaat bagi pertumbuhan suatu hubungan.
Konflik terbagi menjadi dua jenis yaitu realistis dan tidak realistis. Konflik yang tidak realistis sepertinya tidak akan produktif. Ini berakar pada isu-isu seperti ketidaktahuan, tradisi sejarah dan prasangka, dan persaingan yang tidak perlu. Oleh karena itu, tujuan Anda ketika menghadapi konflik yang tidak realistis adalah untuk mencegahnya meningkat. Sebaliknya, konflik yang realistis dapat diselesaikan secara konstruktif. Itu muncul ketika dua pihak memiliki kebutuhan atau nilai yang berlawanan. Konflik yang realistis dapat dipecah lebih lanjut sebagai konflik emosi, konflik nilai, dan konflik kebutuhan.
Referensi:
Bolton, R. (2011). People Skills: How To Assert Yourself, Listen To Others, And Resolve Conflicts. United Kingdom: Simon & Schuster Australia.