Skip to main content

“Integritas itu penting, karena PR bukan cuma soal membangun citra, tapi juga soal menjaga kepercayaan publik dengan cara yang jujur dan transparan,” demikian kata Jojo S Nugroho, seorang profesional PR yang sudah menekuni dunia public relations selama lebih dari 20 tahun ini. Mengawali karier sebagai jurnalis kemudian menemukan passion yang besar di bidang public relations dan belakangan juga menerjunkan diri pada dunia pendidikan dengan menjadi pengajar mata kuliah Etika Public Relations di Universitas Indonesia.

Pernah mendapatkan penghargaan “10 Tokoh PR Paling Berpengaruh di Indonesia” di MAW Talks Awards 2021, aktif di beberapa organisasi kehumasan diantaranya menjadi Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) 2 periode: 2017 – 2020, 2020 – 2023 dan Kepala Laboratorium Humas Vokasi MakaraVox Universitas Indonesia 2024. Bagaimana CEO Imajin PR and Research dan Founder Imogen Public Relations  ini memandang perkembangan terkini dunia PR sekarang dan yang akan datang? Yuk, langsung digas insight bergizi dari pakarnya langsung!

Apa yang menarik Anda untuk terjun ke dunia Public Relations?

Awalnya, saya tertarik ke dunia PR karena kombinasi antara seni komunikasi dan tantangannya. PR itu dinamis banget—selalu ada cerita yang harus diceritakan, masalah yang perlu diselesaikan, atau peluang yang bisa dimanfaatkan. Rasanya seperti bekerja di tengah panggung yang terus berubah, dan itu bikin saya semangat.

Waktu kuliah di UI, saya ambil jurusan Mass Communication. Di sana, saya belajar bagaimana cara berkomunikasi dengan khalayak atau publik secara efisien, terutama lewat medium yang tepat supaya pesan bisa tersampaikan dengan baik. Dari situ, saya makin sadar kalau komunikasi itu nggak cuma soal ngomong atau nulis, tapi juga soal membangun hubungan, memahami audiens, dan menyampaikan pesan dengan cara yang relevan.

Setelah lulus di tahun 2000, saya mengawali karier sebagai jurnalis dan bekerja selama enam tahun di dunia media. Dari situ, saya mulai mengenal dunia PR lebih dekat, karena saya sering berinteraksi dengan tim PR yang selalu memberikan layanan dan informasi kepada jurnalis. Lama-kelamaan, saya merasa tertarik dengan peran di balik layar itu—bagaimana mereka membangun komunikasi strategis untuk mendukung brand atau organisasi. Akhirnya, saya memutuskan untuk “menyeberang” ke dunia PR, dan ternyata itu salah satu keputusan terbaik dalam hidup saya.

Apa tantangan terbesar yang Anda hadapi saat memulai karier di bidang PR? Bagaimana Anda mengatasinya?

Saat pertama kali masuk ke dunia PR setelah menjadi jurnalis, tantangan terbesar saya adalah beradaptasi dengan perspektif yang berbeda. Sebagai jurnalis, fokus saya adalah mencari berita dan menyampaikan informasi seobjektif mungkin. Tapi di PR, tugas saya justru bagaimana menyusun narasi yang strategis dan menguntungkan brand atau organisasi tanpa kehilangan kredibilitas.

Tantangan lain adalah membangun kepercayaan, baik dari klien maupun media. Saya harus belajar memahami kebutuhan klien yang sering kali kompleks, sambil tetap menjaga hubungan baik dengan jurnalis, yang dulunya adalah rekan kerja saya.

Cara saya mengatasinya adalah dengan terus belajar, mendengarkan, dan membangun hubungan yang autentik. Saya manfaatkan pengalaman sebagai jurnalis untuk memahami cara berpikir media, sehingga bisa membantu klien menyampaikan pesan yang relevan dan menarik. Selain itu, saya juga banyak berdiskusi dengan kolega yang lebih senior di dunia PR untuk mempercepat adaptasi.

Tantangan tersebut justru membuat saya makin percaya diri di bidang PR karena saya bisa melihat komunikasi dari dua sisi—media dan brand—yang menjadi kekuatan saya sampai sekarang.

Bagaimana menurut Anda perkembangan industri PR dari 20 tahun lalu hingga sekarang? Apa perubahan paling signifikan yang Anda amati?

Industri PR 20 tahun lalu dan sekarang sangat berbeda, terutama dalam hal bagaimana kita berkomunikasi dan menjangkau audiens. Dulu, PR lebih banyak berfokus pada hubungan media tradisional—media cetak, televisi, dan radio—di mana pesan dari brand atau perusahaan disampaikan lewat siaran pers, wawancara, atau artikel. Prosesnya pun cenderung lebih formal dan terstruktur.

Sekarang, dengan munculnya digital dan media sosial, cara kita berkomunikasi telah berubah drastis. Audiens bisa lebih cepat memberi umpan balik, dan kita dapat berinteraksi langsung dengan mereka melalui platform seperti Instagram, Twitter, atau LinkedIn. PR bukan hanya soal “menjual” cerita lagi, tetapi lebih kepada membangun hubungan yang autentik dan berkelanjutan dengan konsumen. Komunikasi sekarang lebih dua arah, bukan hanya dari organisasi ke publik, tetapi juga sebaliknya.

Perubahan paling signifikan yang saya amati adalah pentingnya kecepatan dan transparansi. Sebagai contoh, ketika ada krisis, respons harus hampir instan—media sosial memaksa kita untuk bergerak cepat dan tanggap. Selain itu, ada peningkatan fokus pada komunikasi yang lebih berkelanjutan dan etis. Kini, banyak perusahaan yang lebih memperhatikan nilai-nilai sosial dan lingkungan dalam komunikasi mereka, bukan hanya tentang bagaimana mereka terlihat, tapi juga tentang apa yang mereka lakukan untuk dunia.

Secara keseluruhan, PR kini menjadi lebih dinamis dan multikanal, dengan alat-alat yang lebih canggih untuk mengukur dampak dan efektivitas kampanye. Namun, inti dari PR—membangun dan menjaga hubungan yang baik dengan berbagai pihak—tetap sama.

Teknologi apa yang paling berdampak pada cara kerja seorang PR profesional saat ini?

Salah satu fenomena teknologi terbaru yang sangat memengaruhi industri PR adalah kemajuan kecerdasan buatan (AI). AI telah mulai digunakan untuk meningkatkan efisiensi dalam berbagai aspek pekerjaan PR. Misalnya, dalam analisis media, kita bisa menggunakan AI untuk memantau pemberitaan secara real-time, mengidentifikasi tren yang berkembang, dan bahkan menilai sentimen publik terhadap suatu isu atau brand dengan lebih akurat.

Di sisi lain, AI juga digunakan untuk personalisasi komunikasi. Dengan data yang lebih lengkap dan analisis berbasis AI, kita bisa membuat pesan yang lebih relevan untuk audiens tertentu. Misalnya, menggunakan chatbots untuk berinteraksi dengan pelanggan atau bahkan menghasilkan konten yang sesuai dengan preferensi audiens secara otomatis.

Namun, meskipun AI menawarkan kemudahan dan efisiensi, tantangannya adalah bagaimana kita memastikan bahwa teknologi ini digunakan secara etis dan tetap memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan dalam PR. PR tetap tentang membangun hubungan yang autentik dan bukan hanya sekedar automasi. Jadi, meskipun AI dapat mengotomatiskan banyak proses, peran manusia sebagai komunikator yang membangun hubungan tetap tak tergantikan.

Secara keseluruhan, saya melihat AI sebagai alat yang sangat berguna dalam memajukan industri PR, tetapi kita harus tetap menjaga keseimbangan antara teknologi dan sentuhan manusia yang membuat PR tetap efektif dan relevan.

Bisa ceritakan tentang proyek PR yang paling berkesan bagi Anda? Apa yang membuat proyek tersebut begitu istimewa?

Setiap klien dan proyek PR memiliki kesan yang unik dan menarik, masing-masing dengan tantangannya sendiri. Namun, proyek PR yang paling berkesan bagi saya adalah ketika saya menangani sebuah krisis reputasi besar. Proyek semacam ini selalu penuh dengan tekanan, tetapi juga memberi kesempatan untuk menunjukkan sejauh mana kekuatan komunikasi dapat mengubah situasi yang sangat menantang.

Karena sifatnya yang sangat sensitif dan rahasia, saya tidak bisa menyebutkan nama perusahaan yang terlibat, tetapi yang jelas, proyek ini menuntut kami untuk menyusun strategi komunikasi yang sangat terstruktur dan hati-hati. Kami harus menghadapi isu yang berpotensi merusak citra perusahaan secara keseluruhan, dan tugas kami adalah membalikkan keadaan tersebut.

Yang membuat proyek ini istimewa adalah bagaimana kami dapat bekerja sama sebagai tim untuk merancang pesan yang transparan dan autentik, serta langkah-langkah konkret yang diambil oleh perusahaan untuk memperbaiki situasi. Kami melibatkan berbagai pihak, mulai dari media, pelanggan, hingga karyawan, untuk memastikan bahwa setiap orang memahami upaya yang sedang dilakukan. Penggunaan media sosial sebagai saluran komunikasi langsung dengan publik juga sangat penting dalam situasi ini, karena kami bisa dengan cepat memberikan klarifikasi dan informasi terkini.

Meskipun proyek ini penuh tantangan, hasil akhirnya sangat memuaskan. Kami berhasil membantu perusahaan mengembalikan citranya, memperkuat loyalitas pelanggan, dan membangun kepercayaan masyarakat kembali. Hal ini memberikan saya banyak pelajaran tentang bagaimana mengelola krisis dengan tenang dan terencana, serta pentingnya kepercayaan dan transparansi dalam komunikasi PR. Proyek semacam ini memang berkesan, karena dampaknya terasa langsung, baik dalam jangka pendek maupun panjang.

Apa krisis PR terbesar yang pernah Anda hadapi? Bagaimana Anda dan tim berhasil mengatasinya?

Karena sifatnya yang sangat sensitif, saya tidak dapat menyebutkan nama perusahaan atau detail spesifiknya. Namun, yang jelas, krisis ini melibatkan banyak pihak—dari media hingga konsumen yang kecewa—yang semuanya mengharapkan transparansi dan tindakan nyata. Tugas kami adalah mengubah narasi publik yang sangat negatif menjadi kesempatan untuk memperbaiki citra perusahaan dan menunjukkan komitmen mereka terhadap perubahan.

Langkah pertama yang kami ambil adalah melakukan analisis situasi secara menyeluruh. Kami memetakan masalah, audiens yang terlibat, dan media yang paling berpengaruh. Selanjutnya, kami menyusun pesan yang sangat hati-hati dan jujur. Kami memastikan bahwa perusahaan mengakui kesalahan yang terjadi dan merencanakan langkah-langkah konkret untuk memperbaiki situasi, termasuk memperbaiki kualitas produk dan mengubah beberapa kebijakan internal yang kurang transparan.

Kami juga berfokus pada komunikasi dua arah, bukan hanya dari perusahaan ke publik, tapi juga sebaliknya. Kami melibatkan konsumen dan media dalam dialog terbuka melalui konferensi pers, wawancara, dan penyampaian informasi secara rutin melalui saluran digital. Media sosial, khususnya, menjadi alat yang sangat efektif untuk memberikan update langsung dan menjawab pertanyaan publik.

Berkat kerja keras tim dan kolaborasi yang erat dengan berbagai pihak, kami berhasil mengubah krisis ini menjadi peluang untuk memperkuat reputasi perusahaan. Setelah beberapa bulan, citra perusahaan pulih, dan mereka kembali mendapatkan kepercayaan dari pelanggan serta media. Selain itu, perusahaan juga menunjukkan komitmen mereka untuk bertanggung jawab dengan melakukan perubahan nyata yang dirasakan oleh publik.

Krisis ini menjadi pelajaran besar bagi saya dan tim tentang pentingnya kesiapan, transparansi, dan komunikasi yang terbuka. Kami belajar bahwa dalam situasi krisis, yang paling penting bukan hanya seberapa cepat kita bergerak, tetapi juga seberapa autentik dan jelas pesan yang kita sampaikan.

Apa yang akhirnya menjadi motivasi Anda untuk menjadi dosen dan berbagi pengetahuan tentang PR kepada generasi muda?

“Ilmu itu ibarat cahaya, semakin dibagikan, semakin terang, atau dalam bahasa Jawa, “Ilmu iku kudu diparingi, supaya bisa dadi berkah.” Artinya, ilmu yang dibagikan kepada orang lain tidak hanya memberi manfaat bagi penerimanya, tetapi juga memberi berkah dan memperluas wawasan bagi yang memberi. Itulah yang menjadi motivasi saya untuk terjun menjadi dosen dan berbagi pengetahuan tentang PR kepada generasi muda.

Setelah bertahun-tahun terjun langsung dalam dunia PR, saya merasa bahwa banyak sekali pengetahuan dan pengalaman berharga yang saya peroleh, baik secara praktis maupun teoritis, yang bisa membantu mahasiswa memahami dinamika dunia komunikasi yang sangat cepat berubah. Saya ingin membagikan apa yang telah saya pelajari, karena saya percaya bahwa ilmu akan terus berkembang dan memberi dampak positif jika terus disampaikan dan diteruskan kepada orang lain.

PR bukan hanya soal mengelola citra atau hubungan media, tetapi juga tentang bagaimana kita membangun hubungan yang autentik dan saling menguntungkan dengan berbagai pemangku kepentingan. Ini adalah konsep yang saya rasa sangat penting untuk dipahami oleh generasi muda yang nantinya akan menjadi pemimpin atau praktisi PR.

Salah satu hal yang saya juga fokuskan dalam pengajaran adalah memahami perilaku dan karakteristik generasi Z. Mereka adalah audiens yang sangat aktif di dunia digital dan memiliki cara berpikir serta nilai yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Sebagai dosen yang mengajar mereka, saya merasa penting untuk memahami bagaimana mereka berinteraksi dengan media dan teknologi. Ini akan sangat berguna dalam merancang kampanye komunikasi yang efektif, terutama yang menyasar mereka sebagai target audiens. Kampanye yang baik harus mampu menjawab kebutuhan mereka, berbicara dengan bahasa mereka, dan menggunakan platform yang mereka sukai.

Motivasi saya juga berasal dari rasa ingin berbagi dan melihat generasi penerus dapat tumbuh dengan pemahaman yang baik tentang komunikasi yang etis, efektif, dan berdampak. Melihat mahasiswa berkembang dan bisa menerapkan ilmu yang saya ajarkan dalam kehidupan profesional mereka menjadi kepuasan tersendiri. Selain itu, menjadi dosen juga memungkinkan saya untuk terus belajar. Interaksi dengan mahasiswa memberi saya perspektif baru yang berharga, sehingga saya juga terus berkembang bersama mereka. Dengan mengajar, saya bisa memberi kembali kepada industri yang telah memberi saya banyak kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.

Apa perbedaan terbesar antara menjadi praktisi PR dan menjadi dosen PR?

Perbedaan terbesar antara menjadi praktisi PR dan dosen PR terletak pada fokus dan tujuan masing-masing. Sebagai praktisi PR, saya lebih fokus pada penerapan strategi komunikasi yang langsung berdampak pada hasil yang dapat diukur, seperti meningkatkan citra perusahaan atau menghadapi krisis. Tugas saya adalah memberikan solusi cepat dan efektif untuk mencapai tujuan klien atau perusahaan.

Sebagai dosen PR, saya lebih berfokus pada pendidikan dan pengembangan generasi muda, mentransfer pengetahuan tentang teori dan praktik PR, serta mempersiapkan mahasiswa untuk karier mereka di dunia PR. Saya mengajarkan mereka keterampilan komunikasi yang efektif dan etika yang mendasari praktik PR.

Selain itu, evaluasi sebagai praktisi lebih berdasarkan hasil langsung, sementara sebagai dosen, saya mengevaluasi pemahaman mahasiswa terhadap konsep dan penerapannya. Kedua peran ini memberi pengalaman yang berbeda, namun saling melengkapi dalam mengembangkan industri PR.

Bagaimana Anda melihat pentingnya etika dalam profesi PR?

Etika sangat penting dalam profesi PR, karena PR berfungsi untuk membangun dan menjaga hubungan yang baik dengan publik, baik itu konsumen, media, atau pemangku kepentingan lainnya. Tanpa etika yang kuat, kita berisiko jatuh dalam praktik yang manipulatif atau menyesatkan, yang bisa merusak kepercayaan dan reputasi perusahaan atau individu yang kita wakili.

Salah satu contoh yang menarik terkait etika adalah buku “Dark PR” karya Grant Ennis. Buku ini mengungkap praktik-praktik PR yang tidak etis, seperti disinformasi yang digunakan oleh perusahaan untuk menutupi dampak buruk produk atau tindakan mereka, seperti yang dilakukan oleh industri tembakau yang menyangkal hubungan antara merokok dan kanker. Dalam konteks ini, PR digunakan untuk memanipulasi fakta dan menciptakan narasi yang menyesatkan demi kepentingan korporasi. Praktik serupa dapat kita temui dalam fenomena greenwashing, di mana perusahaan mencoba memberi kesan bahwa produk atau kebijakan mereka lebih ramah lingkungan daripada kenyataannya.

Sebagai pengampu mata kuliah Etika Public Relations di Prodi Humas Vokasi Universitas Indonesia, saya mengajarkan mahasiswa untuk memahami bahwa PR bukan hanya soal membangun citra positif, tetapi juga tentang menjaga integritas dan kejujuran dalam komunikasi. Kunci keberhasilan PR yang berkelanjutan terletak pada etika yang diterapkan, di mana kita tidak hanya memikirkan manfaat jangka pendek, tetapi juga dampaknya pada kepercayaan publik dan reputasi jangka panjang.

Apa contoh kasus pelanggaran etika dalam PR yang paling sering Anda temui?

1. Manipulasi Informasi: Ini terjadi ketika perusahaan memutarbalikkan fakta atau memberikan pernyataan menyesatkan untuk menutupi isu atau krisis. Hal ini merusak kredibilitas dan kepercayaan publik dalam jangka panjang.

2. Greenwashing: Perusahaan mengklaim produk atau kebijakan mereka ramah lingkungan padahal tidak ada perubahan substantif yang dilakukan. Ini hanya bertujuan menarik konsumen tanpa memperbaiki dampak lingkungan nyata.

Apa tantangan terbesar yang dihadapi oleh para profesional PR saat ini?

Tantangan terbesar PR saat ini adalah menjaga kredibilitas dan transparansi di era digital dan media sosial. Informasi kini tersebar cepat, baik yang benar maupun salah, sehingga PR harus cepat dan tepat dalam merespons krisis, mengelola reputasi, serta menangkal disinformasi. Keberhasilan PR saat ini bergantung pada kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi dan memastikan komunikasi tetap jujur dan etis.

Apa peluang terbesar yang terbuka bagi para profesional PR di masa depan?

Peluang terbesar bagi profesional PR di masa depan adalah pemanfaatan teknologi dan kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas komunikasi. Dengan berkembangnya AI, PR dapat memanfaatkan data untuk memahami audiens lebih baik, mengoptimalkan strategi komunikasi, dan memberikan pengalaman yang lebih personal kepada konsumen.

Selain itu, media sosial tetap menjadi peluang besar untuk menjangkau audiens yang lebih luas secara langsung. PR yang mampu memanfaatkan platform digital secara kreatif dan autentik akan semakin relevan.

Terakhir, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan keberlanjutan semakin menjadi perhatian utama publik, sehingga PR yang dapat mengkomunikasikan komitmen perusahaan terhadap isu-isu sosial dan lingkungan memiliki potensi besar.

Apa pesan Anda untuk para mahasiswa atau fresh graduate yang ingin berkarier di bidang PR?

Pesan saya buat kalian, mahasiswa atau fresh graduate yang mau terjun ke dunia PR, adalah terus update dan fleksibel. Dunia PR cepat banget berubah, apalagi dengan kecanggihan teknologi dan media sosial. Jadi, penting banget buat terus belajar dan adaptasi supaya nggak ketinggalan zaman.

Juga, bangun koneksi dari sekarang. Di PR, jaringan itu kunci! Koneksi dengan media, klien, dan audiens bakal bantu banget dalam perjalanan karier kalian.

Terakhir, jangan lupa jaga integritas. PR bukan cuma soal membangun citra, tapi juga soal menjaga kepercayaan publik dengan cara yang jujur dan transparan. Jadi, pastikan prinsip itu tetap ada dalam setiap langkah yang kalian ambil.

Baca terus Rubrik Profil Loker ID untuk mendapatkan perspektif menarik dari expert lainnya!

Close Menu

Imogen Public Relations

About Imogen PR

www.imogenpr.com

E: hello@imogenpr.co
hello@imgnpr.id

//
Head Imogen PR akan menjawab pertanyaanmu.
👋 Hi, Apa yang bisa kami bantu?